Inilah tekanan
akademik menuntun ilmu di negeri orang. Pikiran tentang disertasi terbawa
mimpi. Urusan tulisan ikut kealam bawah sadar itu keren. Wajib disyukuri. Artinya
aku masih fokus dan dibuat fokus oleh Sang Pemilik Ilmu. Bahkan setelah
mendapat “nightmare” yang konyol.
Sejak aku
menginjakkan kaki di kampus Negeri Kangguru ini, aku memang sempat mengalami academic
culture shock. Semua tampak berbeda. Terutama sistem belajar. Ibarat lomba
lari di lintasan. Saat mereka bersiap posisi sprint di lintasan, aku
baru datang. Bingung. Bengong. Garuk-garuk kepala yang tidak gatal. Aku bahkan
masih harus belajar cara lari yang benar. Dengan cepat aku mengevaluasi
keadaanku. Speed reading ku tidak efektif. Handwriting skill kurang
cepat. Critical thinking belum memuaskan. Paraphrasing, summarizing,
synthesizing, critical reviewing skills bikin frustasi. Aku menyimpulkan
ada yang salah dengan sistem belajarku. Yang kurasakan mewakili rasa warga +62.
Ada yang salah di mindset dan strategi. Bahkan, dengan nyinyir layaknya
follower akun gosip @lambeturah, aku tega generalisasi ke “hampir
kebanyakan” siswa di Indonesia mengalami kesalahan strategi belajar. Kenyinyiranku
kulandasi bukti bahwa, keluhan yang sama juga dirasakan “hampir kebanyakan”
teman segrup watssp yang, notabene, dosen-dosen pemeroleh beasiswa kuliah di
luar negeri. Ada pepatah guru kencing berdiri murid kencing berlari. Walaupun
asumsi ini mungkin akan dibantah lulusan lembaga pendidikan yang merasa “super”
favorit. Mereka yang terbiasa dengan atmosfir belajar kompetitif tidak rela
dimasukkan dalam kategori “hampir kebanyakan”. Gengsi.
Semua skill akademik yang kusebutkan diatas, selama ini, cenderung diabaikan. Guru/dosen tidak membuka rahasia cara membaca cepat tapi ilmu tetap lengket diotak. Guru/dosen tidak menganjurkan pentingnya mengetik cepat 10 jari. Bukan 11 jari! Guru/dosen bahkan kurang sabar, tidak tega, terhadap urusan paraphrasing, summarizing, synthesizing skills. Mereka cenderung masa bodoh ketika tugas, paper, makalah, skripsi hanyalah tumpukan copy paste yang tidak dipahami siswanya. Naskah contekan bin ketidakjujuran kadang masih mendapat nilai 8-9. Asal tebal. Mahasiswa bangga mendapat IPK tinggi walau tidak berbanding lurus dengan kemampuan. Mahasiswa Bahasa Inggris tapi tidak bisa berbicara Bahasa Inggris; tidak punya kemampuan menulis dalam Bahasa Inggris; tidak paham bagaimana cara belajar dan mengajarkan Bahasa Inggris yang efektif. Bertahun-tahun kuliah tidak membentuk karakter pembelajar sejati. Aiihhh…..pedes. Selamat datang ke negri santuy dimana kulit luar yang normative lebih penting daripada substansi.
Kemampuan belajar
ada maqom-nya. Ada level piramida tertinggi yang harus dicapai. Kamu
tidak boleh puas hanya bisa membaca dan menulis saja. Itu maqom terendah. Anak
SD juga bisa. Hindari virus malas belajar yang hobi mendekam di bilik-bilik zona
nyaman. Virus MALAS berbahaya bagi peradaban. Lebih epidemic daripada virus Coronavirus
COVIN-19. Virus ini membuat kau kehilangan emosi dan kehilangan momentum
perubahan. Meraih maqom
cinta belajar, cirinya cinta membaca, cinta menulis dan menerapkannya. Inilah
kemampuan yang akan membentuk peradaban.
Salah satu
kemampuan berharga dalam tolabul ilmi adalah mengelola emosi. Otak manusia
sangat responsive. Supervisorku orang yang baik. Tapi dalam situasi tertentu
cara mengkritiknya bar-bar. Dengan Bahasa yang kaya celaan. Sumpah serapah itu
biasa. Pemilik mentalitas lemah pasti akan tersinggung, sakit hati, marah,
ambeyen kumat dan putus asa. Emosi terganggu. Aku mencoba mengakalinya. Setiap
kali dicela aku jadikan sebagai bensin bagi mesin semangatku. Mesinku jadi
hidup. Semangatku membara. Akupun berlari lebih cepat (Hei, jangan meremehkan
jihad anak perantauan). Semangat dan produktifitas belajar bisa diukur. Durasi
fokusku menjadi lebih lama. Berjam-jam.
Aku kuat belajar dari pagi sampai jauh malam. Tanpa extra jozz. Tanpa kopi. Tanpa
ngantuk. Cukup ditemani air putih, Didi Kempot, Rhoma Irama, dan Rita Sugiarto.
Aku bertransformasi menjadi speedboat yang melaju di sungai Kahayan (untung
bukan kelotok). Wuss….
Namun, kasusku
selalu unik. Suatu hari setelah berbulan-bulan membaca ratusan buku, artikel
dan menuliskannya, aku menemui supervisorku. Surprisingly, beliau memuji
kualitas critical reviewku “Excellent Luqman, you’ve done a great work. I
love your writing”. Walau sempat menggangap ini hanya basa basi, aku
melambung. Bangga. Pulang konsultasi aku senyum-senyum sambil mengepalkan
jempol (?). 2 hari hanya kuhabiskan nonton Channel Atta Halilintar gerebek
gubuk Donald Tump. Lupa membaca buku, gak ada ide menulis. Kuterlena. Ternyata
aku masih melambung. Lupa turun 2 hari 1 malam. Otak memang unik. Didalamnya
ada buluh emosi yang super responsive. Manusia harus kelola dengan cerdas. Celaan
bisa jadi bensin semangat. Pujian bisa jadi air yang bikin mesin ngadat. Vice
versa. Allah selalu menunjukkan causal-relationship pada setiap masalah.
Kau mungkin
terlahir dari DNA ibu yang cerdas atau DNA bapak yang skillful, tapi bila
jiwamu terkontaminasi virus malas, maka kamu akan bernasib seperti prodigy
sepak bola gagal menjadi the next Messi, atau the next Cristiano Ronaldo. Karir
mereka gagal karena kurangnya determinasi untuk terus berlatih. Terlalu cepat
puas. Freddy Adu tak punya strategi bermain one-two. Allen Halilovic kebanyakan
main game. Seorang alien sepakbola seperti Lionel Messi bahkan masih perlu
berlatih placing, dribbling, shooting. Atau CR7 yang gila-gilaan melatih
otot paha agar mampu melompat lebih tinggi. Menurut Damasio (1995) dan
Ramachandran (1998), pakar neuroscience, peran otak sangat besar memicu
semangat. Stimulus terhadap otak kiri (left hemisphere) dan otak kanan (right
hemisphere) harus seimbang untuk menjaga fikiran tetap waras dan cerdas.
….. anyway,
sudah ya. Kebanyakan kata malah bikin bosan. Ini hanya obrolan refleksi tengah
malam. Saat kodok-kodok Australia benyanyi riang di tengah hujan yang
mengguyur. Salam semangat!
Moil, Northern
Territory. Australia. Malam, 28 Februari 2020
Catatan:
Sang Penulis, Luqman Baehaqi, S.S., M.Pd adalah Dosen muda kelahiran tahun 1982 pada Prodi Tadris Bahasa Inggris yang sedang menempuh program Doktor di Australia
very inspiring mister/aripin
ReplyDeleteMerasa ditampar oleh kalimat "...bertahun-tahun kuliah tidak membentuk karakter pembelajar sejati. Apakah itu aku?
ReplyDeleteThe life story interesting and inspire Mister
ReplyDeleteSangat menginspirasi Mr. Semangat untuk kita semua!
ReplyDeleteKalo baca tulisannya serasa ada suara bapak Luqman langsung wkwkwk
ReplyDeletesangat mantap
ReplyDeletesalam SobatLH